2009-02-20

Majalah tambang: Indonesia Harus Segera Masuk Ke Underground Mining

Jakarta – TAMBANG. Produksi batubara Indonesia tahun ini mungkin bisa mencapai 260 juta ton. Dengan terus meningkatnya permintaan, tidak menutup kemungkinan jumlahnya mencapai 350 juta ton pada 2012. Jika 350 juta ton itu semuanya dari open pit (pertambangan terbuka), bisa dibayangkan berapa puluh ribu hektar lahan hutan yang harus dibuka? Belum lagi untuk pertambangan mineral.

Selama ini dilema antara sektor pertambangan dan kehutanan belum bisa terpecahkan secara baik. Kedua sektor itu terlihat sangat berseberangan, karena pertambangan yang menghasilkan devisa cukup besar pada negara, cenderung menimbulkan deforestisasi (pengalihan fungsi hutan).

Pemerintah pun selalu berada di dua kutub yang berlawanan. Di satu sisi negara masih membutuhkan tambang untuk modal pembangunan, di sisi lain berkewajiban menjaga hutan untuk masa depan anak bangsa. Akibatnya, kepentingan pertambangan dan kehutanan seolah selalu bertentangan, meski keduanya sama-sama ditujukan untuk kemakmuran bangsa dan negara.

Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Minerba Pabum, Mangantar S. Marpaung mengatakan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak menutup mata terhadap persoalan ini. Solusinya, mulai saat ini Indonesia sudah harus masuk atau paling tidak mulai men-exercise (menguji coba, red) pelaksanaan underground mining (pertambangan dalam).

Dia mengungkapkan, saat ini produksi mineral dan batubara Indonesia 95% dari open pit. Jika Indonesia tidak segera men-exercise underground mining, maka bisa dibayangkan luasnya lahan hutan yang harus dibuka. Untuk batubara saja, jika produksi Indonesia mencapai 350 juta ton pada 2012, maka lahan hutan yang harus dibuka mencapai 56.000 hektar. Belum lagi untuk pertambangan mineral seperti emas, nikel, bauksit, dan sebagainya.

Jika persentase penggunaan open pit dapat dikurangi digantikan dengan underground mining, paling tidak hutan kita yang bagus ini tidak terlalu luas yang rusak. “Saat ini adalah momen yang tepat untuk masuk ke underground mining, karena harga mineral dan batubara sedang tinggi,” ujar Marpaung. Investor tidak akan sayang mengeluarkan biaya lebih besar, karena mereka juga bakal mendapatkan keuntungan yang besar.

Seperti diketahui, teknologi underground mining (tambang bawah tanah) dikenal cukup spesifik serta memakan biaya jauh lebih besar dibandingkan penambangan open pit. Namun jika bisa dilaksanakan dengan baik, maka potensi kerusakan alam akibat aktivitas penambangan bisa ditekan secara maksimal. Karena hutan yang harus dibuka untuk dapat diambil bahan tambangnya tidak terlalu luas.

sumber di klik sini

Tidak ada komentar: